Sistem Hukum di Indonesia saat ini.
Sampai
detik ini belum ada seorangpun yang bisa mendefinisikan hukum secara
pasti. Hanya semua orang bersepakat bahwa keberadaan hukum adalah untuk
menjamin keteraturan dan ketertiban masyarakat agar diperoleh keadilan
dan kesejahteraan. Sedangkan apa itu keadilan, sampai sekarang juga
masih belum ada definisi yang pasti. Namun begitu banyak ahli yang sudah
mencoba untuk memberikan penjelasannya dengan berbagai metodenya
masing-masing. Antara satu individu dengan yang lain dalam suatu
masyarakat akan saling mengikatkan diri dan ikatan itu dibuat sendiri,
namun jika ikatan itu dirasa sudah tidak lagi cocok maka dia akan
berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut (Biarkan hukum
mengalir). Hal ini muncul sebagai konsekuensi ketika manusia menjadi
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Ikatan
itulah yang kita sebut hukum, sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan
keteraturan dalam proses interaksi sesama manusia. Dimana ada interaksi
antar manusia disitulah ada hukum yang mengaturnya (ubi societas ibi
ius). Setiap masyarakat memiliki sifatnya masing-masing yang akan dapat
kita lihat dari hukum yang tumbuh dan hidup dalam suatu masyarakat.
Hukum yang berkembang dalam suatu masyarakat dapat menunjukkan bagaimana
karakter dari individu-individu yang ada didalamnya, karena hukum dan
perilaku manusia tidak bisa dipisahkan.
Dalam
konstitusi kita sudah jelas dikatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum. Pernyataan itu secara singkat dapat memancing pemikiran
yang mengatakan bahwa Indonesia bukan “negara keadilan”. Bisa dikatakan
demikian dengan melihat realita yang terjadi di sekitar kita saat ini.
Bagaimana dengan gampangnya seorang nenek yang “mencuri” 3 buah kakao
dihukum seberat orang yang korupsi jutaan rupiah misalkan. Hukum adalah
bagian usaha untuk meraih keadilan dalam masyarakat, tetapi dia tidak
sama persis dengan keadilan. Keadilan mencakup hukum namun hukum bukan
satu-satunya cara menciptakan keadilan. Seandainya konstitusi kita
menuliskan negara Indonesia adalah negara yang berdasar keadilan tentu
akan berbeda keadaan yang terjadi sekarang ini. Hukum di Indonesia
adalah produk politik, karena itu seharusnya hukum kita dapat lebih
progresif, Namun ternyata kepentingan yang terakomodir selama ini hanya
kepentingan segelintir golongan saja, sehingga banyak rakyat yang tidak
merasa diuntungkan dengan adanya hukum yang tercipta Wajarlah sekarang
masyarakat Indonesia merasa kecewa terhadap hukum yang sedang berjalan
karena hukum kebanyakan hanya dijadikan sebagai alat legalitas untuk
membenarkan sebuah tindakan. Hukum hanya dijadikan sebagai alat untuk
membenarkan setiap keputusan yang diambil oleh penguasa. Misalkan ketika
undang-undang Badan Hukum Pendidikan dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi, dengan sigapnya lalu presiden kita mencoba mengeluarkan
peraturan perundang-undangan.
Hukum
kita saat ini belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang setiap
harinya terus mengalami perkembangan. Karena itu sekarang harus dimulai
evaluasi bersama untuk selanjutnya kita tindaklanjuti dengan jiwa besar
sehingga akan lahir sistem hukum baru yang bisa memberi kebahagiaan pada
masyarakat Indonesia. Dengan kebahagiaan itulah maka kesadaran hukum
dalam masyarakat akan tercipta karena masyarakat merasa butuh. Bukan
hanya sistem yang harus dibenahi, tetapi para penegaknya juga perlu
dibenahi agar semuanya dapat berjalan dengan sinergis antara penegak
hukum dengan hukum yang akan ditegakkan. Dengan demikian masyarakat
tidak akan merasa hidup dalam keterkekangan, namun hidup dalam kedamaian
yang akhirnya menciptakan kesejahteraan. Untuk itu perlu pembenahan
besar-besaran oleh semua pihak, dan momentum reformasi adalah saat yang
tepat untuk melakukan itu. Yang perlu diingat, hukum bukan sekedar
tulisan yang tercantum dalam lembaran Negara atau Kitab Undang-undang,
namun lebih dari itu hukum merupakan sebuah penerapan aksi demi
terwujudnya suatu sistem yang berlandaskan keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Jika kita hanya bercermin pada aturan yang berlaku tanpa
memandang penuh kepada nilai-nilai yang ada di masyarakat, seakan-akan
kehidupan yang berlaku di masyarakat itu tidak mempunyai andil dalam
pembangunan hukum itu sendiri, padahal secara keseluruhan masyarakat mau
tidak mau adalah bagian pokok dari hukum itu sendiri. Tanpa kita
sadari, mungkin saja terdapat banyak produk hukum yang tidak sesuai
dengan keinginan dan hasrat masyarakat. Inilah yang sedikit banyak
menimbulkan pergeseran pemahaman, bahwa masyarakat yang tidak mau tunduk
terhadap hukum yang dibuat pemerintah, padahal yang terjadi adalah
produk hukum pemerintah sendiri yang kurang bersinergi dengan keadaan
masyarakat. Oleh karena itu, perlu kiranya kita menimbang kembali apa
yang perlu dibenahi dalam penerapan sistem hukum di Indonesia saat ini.
Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemampuan masyarakat kini dalam
mengkritisi sebuah kebijakan adalah sangat tajam, yang akhirnya
memunculkan aroma kebinasaan kekuasaan di mata masyarakat itu sendiri.
Kekhawatiran yang timbul, bukan hanya pada bagian substansi ataupun
struktur hukum, tapi juga budaya hukum yang senantiasa tidak dapat lepas
dari kehidupan masyarakat dari dulu hingga sekarang. Maka, hukum yang
komunikatif dari segi substansi, struktur dan budaya perlu ditanamkan
agar tidak menjadi bumerang bagi pelaksanaannya sendiri. Jangan sampai
substansi yang dihasilkan hanya berkiblat pada keluwesan penegak hukum
dalam menjerat kekuasaan tanpa memperhatikan keberadaan budaya hukum
yang tumbuh dan hidup di masyarakat serta nantinya tidak menimbulkan
provokatif hukum antara ketiga unsur sistem hukum tersebut.
CIRI-CIRI SYSTEM HUKUM INDONESIA
CIRI-CIRI HUKUM:
1. Ada unsur perintah , larangan, dan kebolehan
2. Ada sanksi yang tegas
3. Adanya perintah dan larangan
4. Perintah dan larangan harus ditaati
UNSUR-UNSUR SYSTEM HUKUM INDONESIA
Unsur-unsur hukum yang dimaksudkan adalah bahwa peraturan-peraturan hukum itu meliputi:
1) Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat;
2) Peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi negara;
3) Peraturan yang bersifat memaksa;
4) Peraturan yang memiliki sanksi yang tegas.